27

11.5K 1.3K 78
                                    

"Kamu gak marah? Orang tua kamu cuma pergi sama Anka doang kamu gak di ajak tadi," tanya Zain. Saat ini  Zain sedang berada di kamar Kara, menemani Kara untuk mengemasi bajunya. Karena Kara akan menginap di rumahnya salam kedua orang tuanya pergi, sedangkan kedua orang tua Kara baru saja pergi ke bandara.

"Gak, kenapa harus marah? Mereka udah bisa pergi bertiga," jawab Kara dengan santainya.

Kara berbalik menghadap Zain yang duduk di tepi kasurnya. "Satu bulan sekali mereka pasti pergi ke luar negeri untuk cek up, karena Anka harus rutin cek up."

"Emang dia sakit apa?" penasaran Zain.

"Aku gak tau, mereka gak pernah ngasih tau. Tapi seingat aku, Anka dari dulu sering sakit. Dia pernah demam sampai di rawat di rumah sakit seminggu, dulu aku pernah temenin dia di rumah sakit sekali habis itu gak pernah lagi."

"Kenapa?"

"Anka gak suka, jadi Ayah minta aku buat di rumah aja. Sekolah sama les," jawab Kara.

Dulu saat Anka sakit, Kara selalu ingin menemaninya dan membantu Ibu-nya untuk merawat Anka. Tapi sayangnya Anka tidak suka, dia bilang akan bertambah sakit jika dirinya ada di dekatnya, oleh karena itu dia memutuskan untuk tidak lagi dekat-dekat dengan Anka, agar saudara tidak sering-sering sakit.

"Tapi tadi aku gak sengaja dengar kalau orang tua kamu di sana sampai tiga hari, emang cek up sampai selama itu? Kan aku lihat tadi Anka gak sakit, dia sehat," tanya Zian lagi karena masih penasaran dengan kehidupan Kara.

"Biasanya kalau Anka cek up ke luar negeri, keluarga Ayah bakalan ikut ke sana juga. Sekalian kumpul bareng keluarga, mereka juga temenin Anka buat cek up."

Zain menghela napasnya lalu bangkit dari duduknya. "Bukannya hari ini kamu juga harus cek up ke rumah sakit? Mereka gak ada yang mikirin kamu?"

Kara tersenyum tipis menatap Zian lalu mengambil tasnya, berjalan keluar dari kamarnya. "Aku lebih nyaman apa-apa di kerjain sendiri, entah itu pekerjaan yang mudah atau sulit. Lagian aku gak sakit, gak perlu pergi ke rumah sakit,"

"Siapa yang bilang udah gak perlu rumah sakit?" suara Raka menghentikan langkah Kara.

"Aku yang bilang Om, kan gak sakit jadi gak perlu ke rumah sakit lagi," ucap Kara berjalan mendekati Raka yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

"Justru itu yang paling berbahaya orang yang gak bisa rasain sakit. Orang yang gak bisa rasain sakit itu harus sering-sering ke rumah sakit, buat pastiin kesehatannya," ujar Raka tersenyum lembut pada Kara.

"Kamu tenang aja, gak usah takut nanti aku temenin sampai selesai." sahut Zain merangkul pundak Kara.

"Bukan masalah takut, tapi kan aku gak sakit"

"Kan aku udah bilang kalau luka-lukanya belum hilang berarti belum sembuh. Kalau udah hilang semua berati udah sembuh" ujar Zain dengan lembut menarik tangan Kara keluar dari rumah.

"Pak ayo pulang, mau nginep di sini? Kita tinggal ya?" teriak Zain dari halaman rumah Kara.

"Kenapa harus teriak coba? tadi kan bisa bilang. Ayo Pak kita pulang," gumam Raka lalu berjalan menghampiri anaknya.

"Di rumah orang gak boleh teriak-teriak Zain, ayo masuk mobil kita pulang." ajak Raka membukakan pintu mobil untuk mereka berdua.

"Mampir makan dulu aku lapar," ucap Zain.

"Siap, habis makan siang kita langsung ke rumah sakit ya? Biar nanti pulang langsung istirahat jadi gak bolak-balik."

"Iya Om," jawab Kara.

"Aku tau Bapak aku itu gak punya istri tapi ya jangan di panggil Om juga doang. Panggil Bapak gitu, biar samaan kita" ucap Zain tersenyum manis pada Kara.

"Aku panggil dokter aja deh kalau gitu-"

"Kok jadi panggilnya dokter, jangan panggil dokter lha. Kan gak lagi di rumah sakit, panggil Bapak biar sama kaya aku, pokoknya gak mau tau harus panggil Bapak titik gak pake koma apa lagi tanda tanya," sela Zain mencabikkan bibirnya.

"Abang kok tukang maksa" gumam Raka sambil fokus menyetir.

.................

Sementara itu di sebuah hotel yang sangat mewah, Anka sejak tadi menunggu pesanan dari adiknya. Tadi sebelum pergi dia memberikan ponsel pada adiknya agar dirinya bisa menghiburnya kapan saja.

"Kara kemana sih? Dari tadi di telpon gak di angkat. Jangan-jangan gak boleh sama tuh anak" monolog Anka sesekali melihat hp-nya siap tahu adiknya sudah membalas pesannya.

"Anka, ayo kita makan malam dulu yang lain udah pada nunggu" ucap Naira berjalan mendekati anaknya yang duduk di sofa.

"Ibu sama Ayah aja yang makan malam di luar, aku makan di sini aja" tolak Anka kembali fokus pada hp-nya.

Naira mengambil hp Anka lalu menyimpannya. "Ayo kita makan malam, ini udah lewat jam makan malam kamu," ucap Naira meraih tangan anaknya.

"Kara udah makan malam? Ibu udah tanya Kara?" tanya Anka menghentikan langkah Naira.

"Dia bisa makan sendiri, kamu jangan cari ribut lagi-"

"Aku cuma nanya Bu, bukan mau cari ribut. Ibu udah tanya Kara udah makan apa belum?"

"Kenapa lagi ribut-ribut? Soal Kara lagi?" suara Rani yang baru saja masuk ke dalam kamar mengalihkan perhatian mereka berdua.

"Tadi kita hampir ketinggalan pesawat karena kamu ribut-in soal Kara, sekarang apa lagi yang di ribut-in?"

Anka tak menanggapi ucapan Tante-nya, dia berjalan keluar melewati Rani begitu saja. "Mulai berani gak sopan anak kamu Nai, mulai ikut-ikutan kembarannya." ucap Rani menatap Naira.

"Kita ngobrol lagi nanti Kak, ayo kita makan malam dulu." ajak Naira tersenyum tipis pada Rani.

"Jam berapa besok Anka ke rumah sakit?"

"Pagi Kak, sekitar jam sepuluh." jawab Naira berjalan keluar lebih dulu, Rani mengikutinya dari belakang.

"Besok aku sama Mila nyusul ke rumah sakit habis jemput anak-anak di bandara. Aku juga ada beliin hadiah buat Anka,"

"Terima kasih Kak,"

"Mana Anka?" tanya Naira pada Banu yang menunggu di depan pintu lift.

"Dia udah nungguin di mobil, kenapa dia dari tadi marah-marah terus?" tanya Banu pada istrinya.

"Dari tadi Anka telpon Kara tapi gak di angkat, Anka kirim pesan juga gak di balas. Makanya Anka jadi marah-marah." jawab Naira.

"Nanti aku yang urus Kara, kamu berangkat duluan aku nyusul sebentar lagi." pungkas Banu lalu mengambil hp-nya untuk menghubungi sahabatnya.

"Di mana Kara?" tanya Banu pada Raka dari sebrang telponnya.

"Istirahat, Kara udah tidur dia harus banyak istirahat tadi habis cek up. Kenapa? Ada masalah di sana? Apa kamu mau bilang kalau Kara boleh tinggal selamanya sama aku?"  jawab Raka.

"Bajingan jangan macam-macam! Suruh Kara bangun sebentar, Anka mau ngomong sama dia"

"Kara lagi istirahat, emang kenapa ada yang penting? Harus sekarang?"

"Anka mau ngomong sama dia, suruh Kara bangun sekarang."

"Besok aja ngomongnya, gak penting ini" ucap Raka lalu memutus panggilan teleponnya sepihak.

"Siapa Pak?" tanya Zain yang sedang bermain game di ruang keluarga.

"Biasalah pasien obatnya habis, besok jadi teman kamu main ke rumah?"

"Jadi, gak banyak kok. Cuma dua orang yang main ke sini"

"Banyak juga gak pa-pa yang penting gak main keluar dulu, Kara masih butuh banyak istirahat. Besok main di rumah aja, ingetin Kara minum obat. Kalau bisa siang suruh tidur" ucap Raka mengusap rambut anaknya.

"Oke, aku bisa di andelin tapi bisa kan Kara tinggal sama kita selamanya?"

"Soal itu nanti kita bahas lagi-"

"Gak bisa sekarang aja Pak? Kan Kara anak teman Bapak, berbagi sama sahabat sendiri itu indah. Jadi suruh lah Om Banu bagi Kara sama kita" ucap Zain tersenyum manis pada Raka.


KARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang