3

12.7K 987 46
                                    

"Lo beli makanan sebanyak itu mau buat siapa?" tanya Nazril pada Anka yang memborong makanan di kantin sekolah.

"Adek gue lagi sakit pasti lagi gak mau makan, gue beliin ini semua biar dia selera makan" jawab Anka.

"Sebanyak itu? adek lo bisa makannya?" heran Mahesa.

"Gue gak tau adek suka yang mana, makanya gue beli semuanya biar nanti pilih sendiri" jelas Anka lalu membayar semua makanan yang di pesannya.

"Jadi lo mau langsung pulang? gak ikut ekskul, hari ini kan lo ada ekskul" ujar Nazril sambil merangkul pundak Anka. "Kalau mau langsung pulang kita ikut ya, mau jenguk adek lo sekalian" sambungnya lagi.

"Lain kali aja, adek gue harus banyak istirahat. Gue duluan" pamit Anka segera pergi menuju mobilnya.

"Kenapa ya, adeknya Anka gak satu sekolahan sama dia? padahal kan lebih enak kalau mereka satu sekolah" ujar Mahesa.

"Mungkin adeknya yang gak mau atau memang mereka di bebasin milih sekolah masing-masing. Jadi yang mana menurut mereka nyaman ya itu jadi pilihan mereka" balas Nazril.

Dia juga tidak tahu pasti, kenapa sahabatnya itu beda sekolah dengan adiknya. Kebanyakan kakak beradik itu satu sekolah karena lebih mudah untuk mengantar dan menjemputnya.

"Bisa jadi, atau mungkin adeknya Anka udah bosen setiap hari sama Anka terus makanya milih beda sekolah"

"Mungkin, dahlah ayo balik ke lapangan sebentar lagi guru olahraga datang" ajak Nazril segera kembali ke dalam sekolah.

Sepanjang perjalanan Anka terus memikirkan keadaan adiknya di rumah, dia juga menghawatirkan adiknya. Apa lagi ini pertama kalinya adiknya membolos sekolah, ia takut Ayah-nya akan memarahi adiknya atau memberinya hukuman.

"Tuan kita sudah sampai" ucap Pak Pendi yang sudah sejak tadi membukakan pintu untuk Anka.

Anka tersadar dari lamunannya, lalu segera turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Baru saja memasuki rumahnya, Anka mendengar keributan dari ruang keluarga. Dia pun segera masuk menuju ruang keluarga.

"Ada apa?" tanya Anka melihat ke sekeliling ruang keluarga yang sedikit berantakan sedangkan adiknya berdiri di atas sofa, di samping sofa ada Banu dan seorang dokter.

"Kebetulan kamu udah pulang, bantuin Ayah pegangin Kara. Dia harus di infus" ucap Banu menoleh ke arah Anka.

"Jangan macam-macam lo!" ucap Kara menatap tajam pada saudara kembarnya.

"Aku tadi beliin kamu makan, mau coba gak?" tawar Anka tersenyum lembut pada adiknya, perlahan dia berjalan mendekati adiknya.

"Nih, ada macam-macam makanan yang aku beli tadi mau gak?" tunjuk Anka pada bingkisan makanan yang ada di tangannya.

"Ibu ambilin piringnya, ayo kita makan bareng-bareng biar lebih enak" sahut Naira segera pergi ke dapur untuk mengambil piring.

"Gak, aku gak bakalan tertipu sama kalian semua" ucap Kara menepis tangan Banu yang sejak tadi terus memegang lengannya.

Naira kembali ke ruang keluarga, dia meletakkan piring di atas meja lalu menuangkan makanan yang di bawa Anka. "Ayo kita makan dulu, tadi belum makan siang kan?" ujar Naira tersenyum lembut pada anak bungsunya.

Kara sedikit terkejut dengan sikap Ibu-nya, tidak biasanya wanita itu tersenyum lembut pada dirinya, jangankan tersenyum lembut bicara lembut pun tidak pernah. "Aku gak lapar" ucap Kara turun dari atas sofa.

"Aku udah sembuh dok, gak usah di infus gak usah di periksa juga" ucapnya pada dokter yang sejak tadi membujuk dirinya untuk di infus atau pergi ke rumah sakit.

"Gini saja, bagaimana kalau kamu pilih di infus di rumah atau pergi ke rumah sakit?" tawar dokter itu tersenyum ramah pada Kara.

"Aku gak mau dua-duanya, kasih obat aja besok janji udah sembuh" Kara menatap dokter itu dengan tatapan memohon.

"Gak akan sakit, sebentar saja" bujuk dokter itu mengusap rambut Kara.

"Bukan masalah sakitnya, gue malah gak ngerasain apa-apa. Masalahnya kalau nanti kekuatan super gue di ketahui orang kan gue yang rugi nanti. Orang-orang biasa curiga nanti" batin Kara, sambil memikirkan alasan apa lagi yang harus ia berikan agar tidak pergi ke rumah sakit atau di periksa.

"Sudah selesai, sebentar kan? Saya kan sudah bilang hanya sebentar tidak akan sakit" ucap dokter yang sudah selesai memasang infus di tangan Kara.

"Gak sakit kan?" tanya Anka mengusap tangan adiknya.

"Jangan pegang-pegang, sakit tau mana ada gak sakit" ucap Kara menepis tangan Anka.

"Terima kasih dok" ucap Banu.

"Sama-sama Tuan, saya permisi dulu. Nanti kalau panasnya tidak turun juga, sebaiknya di bawah ke rumah sakit. Untuk luka di lengannya harus di ganti perbannya agar tidak infeksi, karena saya lihat tadi perbannya basah" jelas dokter.

"Baik dok" balas Banu mengantarkan dokter sampai pintu keluar.

"Aku baru tau kalau Kara bakalan sesusah ini berurusan sama dokter" ucap Naira setelah dokter itu pergi.

Dulu dia jarang mendapatkan laporan tentang Kara yang sakit, yang sering sakit saat kecil itu Anka. Dulu rumah sakit seperti rumah ke dua untuk Anka, sedangkan Kara, anak itu jarang sekali sakit.

"Aku juga baru tau, dulu pengasuhnya gak pernah laporan apa-apa soal Kara" balas Banu lalu mereka kembali masuk ke dalam rumahnya.

..........

Makan malam hari ini sedikit berbeda, biasanya ada aja yang membuat Kara mendapatkan omelan dari kedua orang tuanya, tapi malah ini kedua orang tuanya hanya diam walaupun Kara terlambat turun ke bawah untuk makan malam bersama.

"Ayo kita mulai makan" ajak Banu setelah Kara duduk manis di kursinya.

"Yah, hari ini guru les aku gak datang ya? atau les nya di ganti jam?" tanya Kara menatap Banu yang duduk di seberangnya.

"Hari ini gak ada les, makan gak boleh sambil ngomong" jawab Banu.

"Maaf aku cuma nanya" lirih Kara lalu segera menyantap makanannya.

Selesai makan mereka berkumpul di ruang keluarga, Anka menyiapkan obat untuk adiknya. "Ini minum obatnya, habis itu aku bantuin ganti perbannya" ucap Kara memberikan obat dan segelas air putih pada adiknya.

"Taruh situ dulu, nanti aku minum pas mau tidur aja. Perbannya gak usah di ganti, nanti aku bisa ganti sendiri" balas Kara tanpa mengalihkan perhatiannya, anak itu fokus pada tayangan TV di hadapannya.

"Kenapa orang makan daging gak peka nasi? mana bisa kenyang" tanya Kara entah pada siapa.

"Itu namanya steak, biasanya orang-orang makan gak pake nasi pake sayuran sama kentang" jawab Anka mengusap rambut adiknya dengan lembut.

"Kamu mau? nanti aku beliin atau makan di luar?" tawar Anka menatap kedua orang tuanya yang tak pernah mengajak Kara makan di luar, bahkan Kara juga tidak pernah di ajak pergi ketika ada acara keluarga.

"Emang boleh?" tanya Kara menoleh ke arah Anka, karena seingatnya dulu Ibu-nya melarangnya untuk ikut makan di luar. Dulu orang tuanya juga selalu melarangnya agar tidak ikut pergi dengan mereka, padahal waktu itu Anka selalu ikut kemana pun mereka pergi.

Anka menganggukkan kepalanya. "Boleh kenapa gak boleh? kamu mau apa aja boleh"

"Nini bilang makan di luar itu gak sehat, nanti tambah sakit dong aku" balas Kara tersenyum tipis lalu kembali fokus pada tayangan TV.

"Besok sepupu kalian nginep di rumah, soalnya Tante sama Om mau pergi ke luar negeri satu minggu. Kalian main bareng-bareng sama dia, jangan berantem" ucap Naira.

"Iya Bu" jawab Kara, sedangkan Anka hanya diam tak membalas ucapan Ibu-nya.


KARA Where stories live. Discover now