23

12.9K 1.2K 50
                                    

Pagi ini sangat berbeda, di mana Kara yang baru bangun tidur sudah di sambut oleh seseorang yang dia sendiri tidak pernah melihatnya. Entah dari mana orang itu datang, kenapa tiba-tiba duduk di sebelah ranjangnya.

"Siapa?" tanya Kara memperhatikan pemuda yang tersenyum tipis pada dirinya.

"Zain," jawab pemuda itu.

"Siapa?" ulang Kara, sambil mengingat-ingat orang yang duduk di dekatnya. Apakah dirinya pernah bertemu dengan orang itu sebelumnya, atau pernah mengenalnya, tapi di mana. Dirinya sama sekali tidak ingin.

"Zain, anak pertama Raka. Dan aku datang ke sini untuk menjenguk adik baru ku," jelas Zain tersenyum lembut pada Anka yang berdiri di seberangnya.

"Adik baru? Di sini gak ada bayi. Kamu salah kamar," ucap Anka menatap tajam pada pemuda yang mengaku sebagai anak dokter Raka.

"Diem lo, gue gak ngomong sama lo. Mending lo sana keluar panggil dokter suruh priksa Kara, dari pada berdiri di sini gak ada gunanya." ucap Zain membalas tatapan tajam Anka.

"Lo yang keluar dari sini, ini kamar rawat adek gue. Adek lo gak ada di sini," tegas Anka mendekati Zain lalu menarik tangan Zain dengan kasar.

"Siap lo ngatur-ngatur gue, kenal kita? Gak jing," ucap Zain menepis tangan Anka.

"Apa yang kamu inginkan? Ini di rumah sakit, jangan ribut. Kalian mengganggu pasien," suara Banu mengalihkan perhatian mereka berdua, Banu sendiri sangat tahu siapa itu Zain.

Pemuda itu adalah anak sahabatnya, dia pagi-pagi datang ke ruang rawat Kara dengan alasan ingin bertemu dengan adik barunya. Meskipun dirinya sudah melarangnya, anak itu tetap memaksa masuk ke dalam.

"Kan aku udah bilang dari tadi, aku datang ke sini mau jenguk adek. Masih gak paham juga," jawab Zain menoleh ke arah Banu dan Naira yang duduk di sofa panjang.

"Gak ada adik kamu di sini, kamu paham gak?" sahut Anka menarik tangan Zain keluar dari kamar rawat adiknya.

Tangan kiri Zian meraih tiang infus milik Kara. "Lo narik tangan gue, infus Kara lepas," ucap Zain membuat Anka berbalik menghadap belakang.

"Berengsek! Lo mau-"

"Keluar, semuanya keluar dari sini," suara Kara memotong ucapan Anka, mereka berdua beralih menatap Kara yang tengah duduk bersandar di kasurnya.

"Aku temenin kamu di sini," ucap keduanya bersamaan.

"Keluar," tunjuk Kara pada pintu kamarnya.

"Oke, kita keluar. Tunggu di depan kalau butuh sesuatu teriak aja," pungkas Zain menarik tangan Anka keluar dari kamar rawat Kara.

Setelah kedua anak itu keluar, Kara menyibak selimutnya lalu turun dari atas kasur. "Mau ke mana?" tanya Banu mendekati anak bungsunya.

"Kamar mandi, aku bisa sendiri Yah," ucap Kara ketika Banu ingin membantunya.

Naira memperhatikan lengan Kara, terdapat rum merah di lengan dan juga kakinya. Naira mendudukkan dirinya lalu mengangkat sedikit celana panjang Kara. "Ini kenapa?" tanyanya mendongakkan kepalanya menatap anaknya.

"Aku gak tau, tapi setiap kali yang ada kacangnya selalu begitu. Tapi hilang sendiri, gak pa-pa Bu biasanya gak lama," jawab Kara tersenyum tipis pada Ibu-nya.

"Kapan kamu makan kacang?"

"Kemarin malam, waktu Anka bawain sate,"

Naira membantu Kara untuk kembali duduk di tepi kasur, lalu membuka baju anak itu. Alangkah terkejutnya ketika melihat rum merah hampir memenuhi tubuh anaknya.

KARA Where stories live. Discover now