25

11.9K 1.3K 47
                                    

Suasana malam yang sangat berbeda, di mana meja makan di isi dengan enam orang. Karena kedatangan tamu yang tidak di undang, siapa lagi kalau bukan Raka dan putra tercintanya ya itu Zain.

"Ekhem, Om aku mau nanya boleh?" tanya Zain tersenyum canggung pada Banu.

"Tanya apa?" Banu mengalihkan perhatiannya pada anak sahabatnya itu.

"Itu Om kapan sidangnya? Aku nungguin loh" ucap Zain yang membuat Banu mengerutkan dahinya, bingung dengan maksud anak itu.

"Sidang apa?" tanya Banu menatap Zain dengan serius.

"Sidang-"

"Zain" tegur Raka menatap anaknya yang duduk di sebelah Kara.

"Apa sih Pak, emang orang nanya gak boleh? Cuma nanya kalau Om Banu gak mau jawab ya aku juga gak maksa," ucap Zain mencabikkan bibirnya.

"Habis makan malam Bapak anterin kamu pulang, besok sekolah Bapak jemput," ucap Raka lalu melanjutkan makannya.

"Aku mau nginap di sini sama adek, boleh kan Om?" ujar Zain tersenyum manis pada Banu.

"Gak" bukan Banu yang menjawab, tapi Anka yang menjawabnya. Sejak tadi dia mendengarkan ocehan Zain, sejak tadi juga dia sudah menahan rasa kesalnya dengan Zain yang terus menempel pada saudara kembarnya.

"Om boleh ya? Bapak aku hari ini ada tugas malam. Aku di rumah sendirian, gak pada kasian apa sama aku," ucap Zain dengan wajah yang di buat sesedih mungkin.

"Bukannya kemarin lo bilang Bapak lo duda anak emapt? Lah yang tiga pada ke mana? Lo di rumah sendirian," penasaran Anka, waktu itu dia tidak salah dengar dengan ucapan Zain, yang mengatakan jika Raka itu duda anak emapt.

"Ya ada di rumah, tapi kan mereka sibuk sendiri-sendiri. Sebagai anak pertama yang memiliki Abang itu serba salah kalau di rumah. Lo gak akan paham karena lo gak pernah ngalamin," ucap Zain menatap sinis pada Anka.

"Kamu punya Abang?" tanya Kara mengalihkan perhatian Zain.

Zain tersenyum lembut pada Kara. "Punya, ada satu Abang dua adek. Kapan-kapan aku kenalin ya? Mereka baik kok, adek aku juga lucu-lucu," antusias Zain.

Kara menganggukkan kepalanya lalu kembali fokus dengan makanannya, karena yang lain sudah selesai makan dan hanya dirinya yang belum selesai. Zain memperhatikan Kara yang mengambil sup bayam yang ada di mangkuknya.

"Kara kamu suka sup bayam?" tanya Zian yang mengurungkan niat Kara yang ingin menyeruput sup bayam yang masih panas itu.

"Suka, kenapa kamu gak suka?" balas Kara menoleh ke arah Zain.

"Gak, aku gak suka sayur. Gimana rasanya? Enak atau pahit?" tanya Zian dengan sengaja agar Kara menunda makan sup bayam panas itu, setidaknya tunggu sup itu agak dingin.

"Enak gak pahit, kamu mau coba?"

"Boleh, tapi jangan banyak-banyak. Satu lembar aja," ujar Zain mengambil sup bayam milik Kara, lalu mencobanya untuk memastikan sup itu sudah tidak terlalu panas.

"Enak kan?" tanya Kara menatap wajah Zain, hal itu yang membuat Anka semakin kesal karena dirinya tak pernah sedekat itu dengan adiknya.

"Enak sih, tapi rasanya aneh. Semua sayuran rasanya sama aja, kaya rumput," ujar Zain mengembalikan mangkuk sup pada Kara setelah memastikan sup itu tidak sepanas tadi.

"Keluarga utuh belum tentu dapat perhatian yang utuh juga, udah tau Kara yang bisa ngerasain tapi masih aja di biarin gitu aja. Gue bersyukur walaupun cuma punya Bapak doang, karena gue dapetin segalanya. Perhatian, cinta dan kasih sayang," batin Zian tersenyum miris melihat keluarga Kara yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, tidak memperhatikan anak yang masih membutuhkan perhatian.

KARA Där berättelser lever. Upptäck nu