43 | Saling Menyempurnakan (Ending)

1.4K 253 8
                                    

Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku merasakan perutku melilit karena cemas. Kali ini, aku kembali merasakannya lagi. Padahal aku sudah bangun lebih awal dari biasanya untuk menyiapkan segala sesuatunya tapi tetap saja hatiku masih berdebar keras saat memikirkannya.

"Pagi, Sayang." Aku menoleh saat mendengar suara Mas Dirham dan merasakan kecupannya mendarat di belakang kepalaku. "Kamu kelihatan gugup sekali," ujarnya lagi begitu melihat wajahku.

Aku mencebik sembari meletakkan piring kosong di hadapannya yang kini sudah duduk di kursi makan. "Memangnya kamu enggak?" tanyaku balik.

Mas Dirham tersenyum kemudian mengambil satu tanganku dan mengecupnya. "Sedikit sih, tapi Mas percaya semuanya akan lancar. Kamu juga harus yakin."

Aku mengambil napas dalam-dalam sebelum kemudian menganggukkan kepalaku. Semoga, harapku dalam hati.

"Terima kasih ya, Sayang," ucap Mas Dirham lagi dengan tangannya yang masih menggenggam erat tanganku.

"Terima kasih untuk?" tanyaku.

"Untuk semuanya. Terima kasih karena sudah menjadi istri Mas, terima kasih karena telah menjadi ibu sambung yang sangat perhatian pada Oca, terima kasih karena selalu mengutamakan kami. Kamu bahkan rela keluar dari pekerjaanmu dan mendedikasikan waktumu sepenuhnya untuk kami. Mas benar-benar bersyukur karena Tuhan mengirim kamu ke dalam hidup kami hingga kami bisa merasakan kebahagiaan yang sempurna dengan bersamamu."

Aku tersenyum mendengar pernyataan dan pujian Mas Dirham. Satu tanganku yang bebas mengusap punggung tangannya. "Sama-sama, Mas. Terima kasih juga karena telah melengkapi hidupku," jawabku tulus. Aku tak tahu bagaimana masa depanku jika bukan Mas Dirham yang kunikahi, tapi aku bahkan tidak ingin membayangkannya karena aku sudah cukup puas dengan kehidupan yang kumiliki saat ini bersama suami dan anak yang menyayangiku.

"Aku susul Oca ke kamarnya dulu ya, Mas," ujarku kemudian. Begitu Mas Dirham mengangguk aku lantas melangkah pergi menuju kamar Oca.

Aku mengetuk pintu kamar Oca sebelum membukanya sedikit untuk melihat keadaan Oca di dalam sana. "Sayang? Sudah rapi?" tanyaku pada Oca yang tengah duduk di kursi belajarnya.

Oca menoleh dan menyunggingkan senyumnya. Mengangguk, ia pun lantas berdiri sambil mengenakan tas ransel di bahunya. Melihat penampilan gadis kecilku dengan kemeja putih dan celana panjang berwarna pink serta tas ransel yang menggantung dengan pas di bahunya membuat hatiku diselimuti rasa haru. Aku tak menyangka hari ini akhirnya akan datang. Hari di mana Oca akan memiliki kegiatan baru dalam hidupnya sebagai seorang pelajar Sekolah Dasar.

Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar Oca dan berdiri di hadapannya. "Cantik sekali," pujiku seraya membelai helaian rambutnya yang sudah mulai panjang kembali. "Sekarang kita sarapan dulu, yuk?" ajakku. Mengangguk, Oca pun lantas menggamit tanganku dan melangkah bersama menuju ruang makan.

Begitu melihatku dan Oca datang, Mas Dirham pun lantas menarikkan kursi untuk kami. "Gimana, Sayang? Sudah siap masuk sekolah?" Mas Dirham bertanya pada Oca saat kami sudah duduk bersama. 

Oca tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Siap, Pa! Nanti Papa sama Mamiss ikut Oca kan?" tanyanya.

"Bukan ikut, Sayang, tapi mengantar. Kami gak bisa ikut masuk sama kamu. Gak apa-apa kan?" tanya Mas Dirham dan Oca kembali menganggukkan kepalanya.

"Anak hebat!" puji Mas Dirham seraya mengusap lembut kepala Oca. "Ayo, kita makan sekarang supaya tidak terlambat," ujarnya lagi.

Dalam diam aku memperhatikan Oca yang tengah menyantap makanannya. Aku bersyukur karena tak nampak ada raut gelisah di wajahnya. Justru sejak malam tadi malah aku yang merasa khawatir. Aku takut Oca mungkin akan berubah pikiran atau merasa belum siap untuk bersekolah, tapi untunglah semua itu tak terjadi. Aku benar-benar bangga pada Oca yang mampu membawa dirinya sampai ke titik ini. Banyak orang berpikir bahwa perubahan Oca adalah karena diriku, tapi aku tak setuju dengan itu. Mungkin diriku menjadi faktor yang membantunya, tapi faktor utamanya tetap berada pada diri Oca sendiri yang memiliki motivasi untuk berubah. Sebab sekuat apapun aku memberinya dorongan, jika ia sendiri tidak memiliki kemauan maka hasilnya akan tetap nihil. Justru akulah yang banyak belajar dari Oca. Terutama belajar untuk menerima keadaan dan tidak tenggelam dalam keputusasaan.

Kelap-Kelip Dinar (sekuel Kepingan Dirham)Where stories live. Discover now