7 | Mamiss

3.3K 733 44
                                    

"Assalamualaikum." Aku mengekor di belakang Mas Dirham dan Oca. Kami akhirnya pulang bersama karena Mas Dirham menyempatkan diri ke rumah Papa untuk menjemputku dan Oca sepulangnya ia bekerja.

"Wa'alaikumsalam." Orang pertama yang menyambut kami di rumah adalah Bi Santi. Dengan sigap beliau pun menawarkan bantuan padaku. "Ada yang bisa saya bawakan, Bu?" tanyanya

Aku kemudian menyerahkan sebuah kantung berisi beberapa kotak kue lumer yang Mama bawakan untuk kami di rumah pada Bi Santi. Meminta tolong padanya untuk menyimpannya di dalam lemari pendingin. "Oh iya, Bi, Mama mana?" tanyaku kemudian.

"Bu Andira di kamarnya, Bu. Sepertinya sudah tidur." Aku manggut-manggut mendengar jawaban Bi Santi kemudian mempersilakannya undur diri dengan mengajak Oca bersamanya.

Sentuhan lembut dari tangan milik Mas Dirham kurasakan mendarat di bahuku. "Kita juga ke kamar yuk, Sayang. Istirahat," ajaknya.

Aku sedikit mendongak menatap Mas Dirham dan mengiyakan ajakannya. Kasihan, pasti ia lelah sekali karena di hari pertamanya kembali masuk kerja sudah lembur begini.

Di dalam kamar, selagi Mas Dirham mengistirahatkan tubuhnya sebentar di atas sofa panjang, aku mengambil kesempatan untuk mandi terlebih dahulu dan menyiapkan air hangat untuk suamiku mandi setelahnya. Saat keluar dari kamar mandi, kulihat mata Mas Dirham sudah terpejam. Aku lantas menghampirinya dan menyentuh tangannya untuk membangunkannya.

"Mas, kamu tidur?" tanyaku pelan.

Mas Dirham yang mungkin belum sepenuhnya tertidur, terkesiap begitu mendengar suaraku dan mengusap wajahnya dengan satu tangannya. "Kenapa, Sayang?" tanyanya.

"Mandi dulu, Mas. Aku sudah siapkan air hangat," ujarku lagi.

Mas Dirham mengangguk. Tersenyum tipis, ia menaruh tangannya di atas kepalaku dan mengusapnya. "Makasih, Sayang," jawabnya.

Aku mengangguk lalu membantunya untuk bangun dan berdiri. "Selagi Mas mandi, aku izin ke kamar Oca ya," pamitku kemudian sebelum Mas Dirham menuju kamar mandi.

Setelah mendapat persetujuan Mas Dirham, aku lantas meninggalkan kamarku dan menuju kamar Oca. Kubuka pintu kamarnya dengan hati-hati dan perlahan, berjaga-jaga agar tidak membangunkannya jika gadis kecilku itu sudah tidur. Namun saat pintu sudah setengah terbuka, aku dapat melihat bahwa ternyata Oca masih terjaga di atas ranjangnya. Gadis kecilku itu nampak tengah memandangi aksesoris rambut pemberian Papa yang ia jejerkan semua di atas ranjangnya.

Aku mengetuk pintu kamarnya untuk menarik perhatian Oca. Begitu ia menoleh, aku tersenyum dan bertanya, "Miss boleh masuk, Sayang?"

Oca mengangguk. Setelah mendapat izin dari pemilik kamar, aku lantas melangkah masuk lebih dalam hingga duduk di tepian ranjangnya. "Kamu lagi apa, Sayang?" tanyaku.

"Hmm... aku... aku bingung ini pakainya gimana, Miss."

Aku tersenyum mendengar kepolosannya. Namun, di sisi lain aku juga merasa prihatin. Saat anak perempuan lain seusianya biasanya menyukai memakai ragam aksesoris rambut, Oca bahkan tak pernah mengenal itu semua.

"Mau Miss ajarkan cara pakainya? Jadi nanti Oca bisa pakai sendiri," ujarku menawarkan bantuan.

Oca nampak berpikir sesaat sebelum kemudian mengangguk kecil. Aku pun memintanya memilih aksesoris mana yang ingin ia kenakan dan Oca memilih sepasang jepitan berbentuk pita berwarna biru muda.

"Miss izin pegang rambut Oca ya," ujarku sebelum mulai menata rambutnya. Saat tanganku mulai membelah rambut bagian atasnya menjadi dua bagian, Oca menghentikanku dengan memegang pergelangan tanganku.

"Gak sakit kan, Miss?" tanyanya takut-takut.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku. "Gak kok, Sayang," jawabku.

Kelap-Kelip Dinar (sekuel Kepingan Dirham)Where stories live. Discover now