37 | Jeda

1.3K 284 4
                                    

Di atas bantal yang telah basah oleh air mata, aku masih terus menumpahkan tangis kesedihanku di sana. Aku tak mengira akan kembali lagi ke sini dengan luka baru yang ditorehkan oleh seseorang yang sebelumnya menghapus air mataku. Sebenarnya aku tak ingin datang ke rumah orangtuaku dalam keadaan kacau seperti ini, tapi aku benar-benar tak punya pilihan lain. Apalagi Mas Dirham juga mengikutiku. Jika aku memaksakan diri pergi lebih jauh, ia pasti akan mencegahku. Oleh karena itu rumah Papa dan Mama menjadi satu-satunya tujuanku sebab Mas Dirham tidak mungkin menghentikanku untuk datang ke sini. Setidaknya dengan berada di sini aku bisa menghindar untuk bertemu dengan Mas Dirham.

"Dinar." Aku mendengar suara Papa juga ketukan pintu dari luar kamarku. Namun, aku memilih untuk tidak menjawabnya. Aku tak sanggup untuk bicara dengan siapapun saat ini.

"Kamu gak mau makan dulu, Nak?" Papa kembali bertanya dan mengetuk pintu kamarku, tapi aku tetap bergeming. Jangankan makan, untuk sekedar bangun dari ranjang saja aku enggan.

"Ya sudah kalau kamu belum mau keluar. Nanti kalau kamu lapar, lauk ada di meja makan ya, Din." Bahkan sampai saat Papa akhirnya pergi pun aku masih tetap diam.

Mataku terpejam seiring dengan langkah kaki Papa yang terdengar menjauh. Tubuhku terasa begitu letih menghadapi masalah yang datang silih berganti. Di dalam kamarku yang terasa lebih hampa dari biasanya, aku terlelap bersama jiwa yang lelah.

***

Aku terbangun saat hari sudah pagi. Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan yang mana menandakan aku sudah sangat terlambat untuk berangkat ke daycare dan lagipula sepertinya hari ini aku memang tak bisa datang ke daycare. Tidak dengan mata yang sangat sembab ini. Aku lantas mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ada banyak sekali notifikasi pemberitahuan di sana terutama dari Mas Dirham, tapi aku memilih untuk mengabaikan semua pesan darinya dan membuka pesan dari Athala yang menanyakan kenapa aku tak datang hari ini.

Aku membalas pesan dari Athala dengan mengatakan padanya bahwa aku sedang tidak enak badan. Aku tidak mengatakan itu untuk sekadar mencari-cari alasan karena aku terlambat bangun, tapi tubuhku rasanya memang sedang dalam kondisi yang tak begitu baik. Kepalaku pusing sekali seolah ingin pecah. Apa ini karena aku tertidur dalam keadaan menangis semalam ya?

Menyimpan kembali ponselku di atas nakas, aku kemudian menegakkan tubuhku dengan perlahan. Jejak air mata di bantalku sudah mengering, tapi luka di hatiku masih tetap basah. Aku memijit pelan keningku karena sakit kepala yang semakin kuat terasa begitu aku menegakkan tubuhku. Sepertinya aku harus minum obat nyeri untuk menghilangkan rasa sakitnya.

Dengan hati-hati aku beringsut turun dari ranjang dan berjalan mengambil kotak tempatku menyimpan obat-obatan dari dalam laci meja. Begitu menemukan obat nyeri, aku teringat kalau aku belum makan sejak semalam. Sebaiknya aku mengisi perutku dulu sebelum meminum obat. Aku lantas meletakkan kembali obat yang kupegang ke dalam kotak lalu berjalan keluar kamar.

Begitu aku keluar kamar, suasana di rumah Papa tampak sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Papa atau Mama. Aku mencoba masuk ke kamar Papa untuk melihat apa mereka ada di sana, tapi tak ada siapapun di sana. Mereka ke mana ya? Apa mungkin Mama pergi ke toko diantar Papa? pikir. Enggan menambah rasa sakit di kepalaku akhirnya aku meneruskan niatku untuk mencari makan.

Aku berjalan menuju ruang makan dan mendapati ada sebuah kotak makan dengan secarik kertas di atasnya. Kertas itu bertuliskan pesan dari Mama yang mengatakan kalau ia pergi ke luar sebentar bersama Papa dan di dalam kotak makan itu ada nasi goreng untukku sarapan. Membuka kotak itu aku pun lantas memakannya.

Aku duduk termenung di meja makan. Meski mulutku mengunyah makanan yang masuk ke dalamnya, tapi nyatanya lidahku tak dapat menikmatinya. Tidak ada yang salah dari nasi goreng ini, hanya saja aku tak dapat memfokuskan diri. Sebab walau ragaku ada di sini, pikiranku ada di tempat lain. Semalam aku pergi begitu saja dari rumah padahal sebelumnya aku mengatakan pada Oca akan mengajaknya masak bersama. Apa yang Oca makan semalam? Bagaimana kalau Oca bingung mencariku yang tak pulang semalam? Apa Oca pergi ke daycare hari ini?

Kelap-Kelip Dinar (sekuel Kepingan Dirham)Where stories live. Discover now