13: The Gevanny's Mid Life Crisis (2/2)

2.7K 391 67
                                    


Flo

Dinar pasti udah gila

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dinar pasti udah gila. Enggak mungkin gue meninggalkan suami dan anak-anak gue hanya untuk mengejar mimpi gue kerja di Paris. Memang dia pikir, pindah kerja keluar negeri itu bisa seenak udel apa? Kalau masih single sih, mungkin saja bisa. Tapi kalau sudah berkeluarga kaya gue, bukannya itu malah hanya akan menjadi pemicu pertengkaran rumah tangga? Ini Paris, loh. P-A-R-I-S. Bukan Bandung yang tiap weekend masih bisa pulang ke Jakarta. Duh, jarak beda kota yang sedekat itu pun belum tentu Zio akan ngasih izin. Apalagi ke negara yang beda benua begitu. Bisa-bisa gue digorok.

Tapi... kenapa gue menerima brosur dan pamphlet itu, ya? Seharusnya, gue menaruhnya di meja kerja atau langsung gue kembalikan ke Dinar. Bukannya malah gue masukan ke dalam tas supaya bisa membacanya diam-diam ketika sampai di rumah nanti.

Gue kenapa, sih? Kesempatan berkarir itu sudah hilang bertahun-tahun yang lalu. Tapi, kenapa gue malah masih penasaran dengan sesuatu yang gue sendiri sudah tahu enggak akan pernah terjadi?

Kerja di luar negeri selamanya akan menjadi impian Bluebell Flower yang enggak akan pernah tercapai. Chapter itu sudah selesai, bahkan sebelum gue mencicipinya.

Lalu kenapa? Kenapa hanya dengan ajakan iseng dari Dinar dan tumpukan pamphlet ini bisa langsung bikin gue kembali gemas dan kepikiran? Setelah peluk-pelukan dengan Ala dan Ien kemarin malam, seharusnya gue sadar kalau yang paling penting adalah keluarga kecil kami, bukannya selembar tiket untuk nyari duit keluar negeri. Tapi, kenapa gue masih memikirkannya?

Atau jangan-jangan selama ini.... Gue enggak sepenuhnya bisa merelakan dan mengikhlaskan impian gue dan tanpa sadar menunggu sampai kesempatan itu datang lagi? Supaya kali ini, gue bisa mengambilnya tanpa pikir panjang dan meninggalkan suami dan anak-anak gue demi mengejar sesuatu yang dulu adalah segala-galanya buat gue?

Duh, Flo. Lo ibu macam apa, sih?

Gue menjejalkan map berisi brosur dan pamphlet itu ke dalam tas, lalu menyamperi Zio yang sedang menyandarkan tubuhnya di pintu mobil. Cowok itu bilang, hari ini Jeff lagi baik sampai memberikannya waktu istirahat eksra, supaya ia bisa makan siang bareng keluarganya sebelum balik ke kantor untuk kerja lagi.

"Hei." Zio mengecup ringan kedua pipi gue. Cowok itu mengesampingkan rambut depan gue, lalu mencium kening gue lama sampai harus gue dorong sebelum kami berdua dipanggil kepala sekolah karena melakukan PDA di lingkungan sekolah, "Hehehe, galak amat, sih. Aku kan kangen."

"Kangen apanya? Kan, tadi pagi ketemu." Kalau Zio tahu isi map yang ada di tas gue, cowok ini masih bisa ngomong kangen enggak, ya? "Ala sama Ien masih ada kegiatan klub. Mungkin sebentar lagi baru keluar. Tadi sih, Ala bilang dia lagi sibuk bikin replika meletusnya gunung berapi pakai baking soda di lab IPA. Kalau Ien..."

"Lagi latihan cheers." Zio menunjuk sekumpulan anak cheers yang sedang duduk melingkar di pinggir lapangan basket sambil mendengar intruksi dari pelatih.

The Name of the FamilyWhere stories live. Discover now