Their Beginning

376 102 33
                                    

Joy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Joy

Gue duduk di kursi taman sambil memainkan gitar milik Elin, menunggunya yang sedang solat dzuhur di tower gedung depan dekat taman kampus. Elin ini temen baru gue dikelas Makro Mikro, gue baru tau klo kita satu jurusan dan satu angkatan, kita bisa saling kenal karena duduk sebelahan di kelas minggu kemarin. Karena sama-sama gak punya temen di semester pendek ini kita akhirnya tukeran nomer dan janjian ketemuan di taman siang ini. Kelas kita mulai pukul 13.15 WIB, masih ada waktu 20 menit lagi sebelum kelas selanjutnya mulai.

Karena gue lagi gak solat, gue menjaga barang Elin di taman, gak banyak yang dia titipkan cuma gitar dan jurnal bermotif pelangi. Saat gue tanya untuk apa dia datang membawa gitar alih-alih tas berisi buku, Elin bilang dia ada kerja part time di cafe setelah kelasnya selesai. Gue kagum padanya, kagum dengan orang-orang yang masih punya banyak waktu untuk part time atau kegiatan volunteer di tengah-tengah kesibukan kuliah mereka. Gue selalu ingin jadi salah satu dari mereka, gue bosan dengan rutinitas kupu-kupu ini, makannya saat melihat lowongan part time di pintu perpustakaan kampus gue memutuskan semester depan akan gue isi untuk kuliah, kerja part time, atau kegiatan sosial di luar kampus.

Gue mau keluar dari zona nyaman gue, gue mau jadi Joy yang baru, gue mau upgrade kemampuan dan skill gue. Dan yang paling penting gue mau buat dia menyesal sudah menyia-nyiakan gue.

Gue menghembuskan nafas kesal, "...SHIT!" terus memakinya dalam hati gak bisa membuat luka ini sembuh. Gue memainkan gitar dengan asal, tiba-tiba tangan gue dengan sendirinya memainkan lagu You dari ten2five.

Suasana ditaman yang sepi, angin yang berhembus pelan, dan cuaca yang berawan mendukung suasana hati gue yang sendu. Sambil menyanyikan lagu ini, gue teringat akan kenangan bersama Adit. Waktu kita pertama kenal di kelas pengantar manajemen, waktu kita satu kelompok, waktu kita berpapasan di sudut-sudut kampus, waktu kita kejebakan ujan usai kelas sore, waktu kita nonton, waktu kita pulang bareng, dan kenangan-kenangan lain. Kenangan indah itu berubah menjadi kenangan buruk, setelah mengetahui Adit hanya menjadikan gue pilihan keduanya selama ini.

Yang membuat gue semakin sakit adalah saat dia menjanjikan banyak masa depan untuk kita berdua. Pandangan, senyum, kata-kata manis, dan janji itu ternyata bukan untuk gue tapi untuk perempuan lain yang sedang Adit tunggu-tunggu dari awal.

Sebelum ia bertemu gue.

Angin berhembus kencang saat gue selesai memetik gitar. Sambil merapihkan rambut yang diterpa angin, gue melihat sekeliling mencari Elin yang sampai sekarang gak muncul juga. Gue curiga jangan-jangan anak ini ketiduran di Mushola.

Setelah itu mata gue menangkap seorang cowok berdiri beberapa meter dari gue. Bibir gue terangkat menyadari itu dia.

"KAIII!" Gue melambaikan tangan antusias, cowok itu membalasnya kemudian perlahan jalan mendekat. Dari jauh gue bisa lihat senyumanya, semakin lama semakin jelas. Cowok itu kemudian duduk disamping gue, poni pendeknya terbang dibawa angin. Karena kesal Kai akhirnya menaikan kacamatanya ke atas kepala menjadikan kacamata itu serbaguna, jadi bando.

Deep WellsWhere stories live. Discover now