Tiga Puluh Satu : The Truth

1.3K 308 62
                                    

Sekali gue pernah berpikir, bertanya kenapa tuhan memberikan gue kehidupan serumit ini? Kenapa dia menghadirkan Sehun dan segala macam perasaan sakit yang hadir bersamanya. Dan kenapa pula gue bertemu dengan Chanyeol, kemudian jatuh cinta, tapi nggak di ijinkan untuk bersama.

Kenapa?

Gue nggak tau jawabannya. Tapi satu hal yang gue sadari. Bisa saja gue menahan hati gue untuk nggak jatuh cinta dengan Chanyeol dan jatuh pada takdir serumit ini.

Tapi nyatanya, Tuhan selalu punya skenario yang berbeda dengan logika maupun nurani manusia.

Hari ini setelah satu bulan lebih gue pergi dari rumah. Akhirnya gue kembali.

"Mama..."

Gue berdiri diam di ambang pintu, ketika mendapati wanita paruh baya yang sudah melahirkan gue itu tengah berdiri jauh di hadapan gue. Menatap gue dengan tatapan yang sulit untuk gue artikan.

Gue lelah berteman dengan amarah. Gue merindukan mama, sangat. Untuk itu gue membuang jauh segala macam perasaan enggan, benci, marah, bahkan gengsi. Gue merindukan mama.

Dengan kecepatan kilat gue berjalan mendekat pada Mama dan langsung menghambur dalam peluknya, menangis bersama rengekan maaf yang keluar bertubi dari bibir gue.

"Maafin Egi..." cicit gue dengan isak tangis yang menjadi.

Alasan lainnya adalah karena gue lelah melarikan diri dari mama. Dan gue butuh tempat lari dari Chanyeol.

Mama balas memeluk gue, mengeratkan. Membelai surai panjang gue dan mengangguk pelan. "Udah mama maafin sejak jauh hari."

Gue semakin tersedu. Terlebih lagi karena rasa sakit yang gue dapatkan hari itu. Di apartemen Chanyeol ketika Yoora datang.

Dua tamparan keras di pipi kiri gue, beserta makian dan julukan 'jalang' dari Yoora untuk gue. Bener-bener menyakitkan.

Jeni?

Dia membantu gue menenangkan diri meskipun nggak lepas dari omelan panjang, ceramah tentang semua itu karena ke kolotan gue. Dan tiga hari gue bolos kerja.

Esoknya gue memutuskan untuk resign.

Tentu karena gue nggak sanggup bertemu Chanyeol.

Gue beruntung karena dia bahkan nggak mencari gue setelah gue pergi dari apartemen nya. Diusir sama Yoora.

Gue melepaskan pelukan gue. "Lainnya dimana?" tangan mama terulur membantu menyeka air mata gue.

"Pergi. Dirumah cuma mama sama papa yang lagi istirahat." jawab mama dengan senyuman kecil di wajah keriput dia.

Udah lama gue nggak lihat senyuman mama.

"Seulgi kangen papa."

Mama mengangguk, lalu membawa gue bertemu papa yang masih terlelap di ranjang dia.

"Kalau mau istirahat disebelah papa nggak papa. Biar mama yang beresin barang kak Egi."

Gue mengangguk, kemudian naik dan merebahkan diri di samping papa, memeluk tubuh gempal papa yang berbaring nyenyak.

Gue kembali menangis. Merasakan sedih, penyesalan, dan sakit. Juga bersyukur karena mama mudah memaafkan gue.

Di luar ekspektasi gue yang berpikir mama akan memaki gue ketika gue pulang. Bahkan gue berpikir tentang tamparan yang pernah gue dapatkan hari itu, di rumah sakit.

***

Ji Ae : lo beneran resign beb?

Naked Soul (Chanseul)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu