Dua Puluh Enam : Rindu

1.2K 291 76
                                    

Setelah Chanyeol mendeklarasikan sebuah keputusan yang lagi-lagi nggak dia saring itu. Gue hanya bisa menatap dia dengan wajah tercengan, tak habis pikir. Sebelum akhirnya beranjak dan pergi sambil berkata "Tunangan nggak sebercanda itu mas! Kamu pikir memutuskan hubungan pertunangan segampang orang bilang putus pacaran?!"

Gue dongkol sama pemikiran Chanyeol yang kayak anak kecil. Nggak inget umurnya udah berapa? Setelah itu gue langsung pergi dengan rasa kesal yang menjadi. Harusnya dia ngerti kalau pikiran gue lagi kacau.

"Kak?"

Gue menghentikan langkah gue ketika mendengar sebuah panggilan dari arah belakang. Telinga gue jelas familiar sama suara ini, Kang Siho. Berdiri tanpa mampu berbalik, kehadiran Siho membuat dada gue terasa sesak kembali. Dan begitu suara langkah kecil itu terdengar gue dapat merasakan eksistensi Siho tepat di belakang gue.

"Nggak kangen sama aku?"

Gue mencengkeram erat pintu pagar rumah Jeni. "Kamu ngapain jauh-jauh kesini?" desis gue mencoba terdengar nggak ramah.

Meskipun hasilnya justru bergetar, gue sama merindukan adek gue yang satu ini. Yang paling ngertiin gue.

"Rumah bener-bener kacau setelah kakak pergi." ucap dia tanpa berani menyentuh gue maupun berjalan lebih dekat lagi.

Gue mengenal betul sifat Siho. Dia seperti tahu jarak dimana gue bisa nyaman dengan sebuah situasi.

"Sejak  lama emang udah kacau, ketika mama maksain kakak untuk terus lanjutin pernikahan, dek."

"Tapi kak—"

"Kakak masih butuh waktu buat meredakan rasa marah kakak sama mama."

Setelah gue mengucapkannya. Gue mendengar helaan nafas panjang. "Boleh aku nginep disini buat malem ini aja, kak? Siho kangen banget sama kakak."

Air mulai memenuhi pelupuk mata gue, mendengar penuturan Siho membuat gue terharu. Satu-satunya keluarga yang mau repot nyamperin gue buat bilang kangen. Akhirnya gue berbalik menghadap dia. "Kakak tanyain sama, mbak Jeni dulu."

***

"Kakak lagi ada masalah?" gue berjengit saat Siho mendudukkan diri di samping gue. Ikut menerawang gelap malam lewat balkon kamar gue ini.

Gue hanya tersenyum kecil sebagai jawaban. Cukup untuk bikin dia ngerti sama keadaan gue. "Bang Sehun masih sering dateng  ke rumah." ucapnya.

Dan gue diam membiarkan dia untuk bercerita semaunya. "Dia pikir kita mencoba untuk sembunyiin kakak. Dia ngotot pengen ketemu, padahal mama udah jelasin pake cara paling alus. Tapi tetep aja bang Sehun nggak percaya dan untuk pertama kalinya. Mama ngebentak Sehun tadi pagi."

Gue menaikkan ujung bibir gue. Ingat betul sifat mama yang satu itu.

"Kakak nggak kangen sama orang rumah?" tanya Siho lagi.

Tanpa sedikitpun mengubah posisi duduk gue, menoleh singkat pada Siho kemudian berpaling pada jalanan kompleks yang remang di bawah sana. "Kita udah bicarain itu ya, Ho."

"Seenggaknya sama papa? Setiap hari nanyain kakak."

Gue menunduk menggigit bibir bawah gue. Enggan membahasnya. "Tidur aja ya? Besok kamu sekolah, 'kan?"

Setelahnya gue berbalik dan naik ke atas ranjang. Merebahkan diri dengan posisi menyamping kemudian menutup tubuh gue dengan selimut. Gue merasakan sisi lain ranjang gue berdecit.

Naked Soul (Chanseul)Where stories live. Discover now