04. film jadul

15.3K 3.6K 1.3K
                                    

Karena Jenandra belum terlalu hafal jalanan di kota Bandung, jadilah keesokan harinya dia minta tolong pada Hasan untuk ikut mengantar Alin ke rumah sakit. Walaupun tidak ada urusan, Mahendra tentu saja minta ikut karena di rumah sendirian pasti akan bosan. Ryu juga ikut, berdalih kasihan kalau Alin cewek sendiri di antara cowok-cowok itu.

"Awas atuh ih Mahendra kamu teh! Aku yang mau di situ!" ketus Ryu.

Belum apa-apa sudah ribut. Subuh-subuh di garasi rumah Jenan dan Mahe, mereka berencana mau berangkat tanpa diketahui tetangga. Tapi Ryu dan Mahe sudah bertengkar. Sejak awal kenal mereka memang sudah tidak akur. Penyebabnya karena Mahe nekat memanggil Ryu dengan sebutan 'dede', padahal itu panggilan terlarang yang hanya boleh disebut Hasan dan ibunya. Apalagi Mahendra yang paling muda di antara mereka berempat.

"Heh ini kan mobil gue! Jangan ngatur lo!" balas Mahendra tak kalah sewot.

"Tapi kan yang mau nyetir aa aku, kalo nggak ada yang nyetir mobilnya bisa jalan nggak??" tukas Ryu.

Mahe mendengus kesal, kemudian menoleh pada Hasan di sisi lain mobil. "San! Ini dede lo ngapain diajak sih? Berisik nih!"

"Iya ih dede udah nggak usah ikut lah, di rumah aja ya?" kata Hasan.

"Oke, kalo dede nggak boleh ikut nggak apa-apa. Paling nanti aa pulang album Twice udah dijual semua," ancam Ryu.

Hasan langsung ciut, terbayang koleksi albumnya yang berharga. "Eeeh jangan atuh hehehe. Boleh deh ikut, tapi jangan berantem terus dong, kalian kan udah gede."

"Ini si Makaroni Ngehe yang ngajak ribut duluan!" tuding Ryu.

"Kok gue? Lo tuh harusnya ngalah dong sama yang lebih muda!" Mahe tetap tak mau kalah.

Sementara itu Jenan baru keluar dari kamar, tidak heran dengan ribut-ribut yang terdebgar dari garasinya. Kamarnya dan Mahe ada di lantai dua, sedangkan Alin dia suruh tidur di kamar lantai satu. Betapa kagetnya Jenan saat melihat gadis itu berjalan ke garasi memakai kain kembennya yang kemarin.

"Alin, heh!" buru-buru Jenan menyusul.

"Ya?" tanyanya datar.

"Aduh, kamu tuh gimana sih? Jangan dipake lagi kainnya!" ujar Jenan.

Alin melihat dirinya sendiri. "Kenapa memangnya? Ini kan baju saya?"

"Itu bukan baju, Alin. Kamu jangan berkeliaran cuma pake kain lagi. Ganti sana, pake baju yang dari Ryu," perintah Jenan.

"Tapi Jenanㅡ"

"Nggak ada tapi. Cepet ganti baju."

Jenan mencengkeram pergelangan tangan Alin, membawanya sampai ke depan pintu kamar lagi. Dalam hati Alin merasa aneh. Seingatnya, dia adalah bangsawan yang tidak sembarang orang boleh menyentuh. Ini pertama kalinya ada lelaki yang berani menyentuh kulitnya yang selembut kapas.

Mau tidak mau Alin menurut. Ia mengganti kainnya dengan baju terusan warna merah maroon milik Ryu. Sehari-hari biasanya Ryu lebih suka berpenampilan tomboy, jadi dengan senang hati ia memberikan baju-baju girly yang dibelikan ibunya untuk dipakai Alin. Tidak lama kemudian Alin keluar lagi dari kamar, ternyata Jenan masih di depan pintu.

"Kamu sedang apa di sini?" tanya gadis itu.

"Ya nungguin kamu lah," sahut Jenan. "Lagian di sana berisik banget. Maaf ya, mereka emang gitu kalo ketemu pasti kayak tawuran. Tapi sebenernya baik kok."

"Tidak apa-apa, saya tau mereka anak-anak baik," Alin tersenyum.

"Iya. Yuk berangkat," Jenan mengedik ke arah garasinya.

You Who Came from the PastWhere stories live. Discover now