02. gegar otak

20.5K 4.1K 2.9K
                                    

Satu jam sebelum kepanikan Jenandra dan Mahesa, tapi pada dimensi waktu yang jauh berbeda, seorang gadis bangsawan mengendap-endap di balik pepohonan yang memagari jalan setapak sepanjang tepi sungai sampai masuk ke hutan. Namanya Raden Janari van Hoevell, atau warga setempat menyebutnya 'anak pengkhianat'. Si raden ini hasil pernikahan perempuan bangsawan sunda dengan laki-laki Belanda alias penjajah.

Pernikahan itu membuat kekuasaan semakin kuat sehingga keluarga mereka yang paling berkuasa dan menindas penduduk di daerah tersebut. Makanya keluarga bangsawan tersebut dicap pengkhianat karena menindas sesama bangsanya yang tidak berdaya. Hidup enak di atas penderitaan orang lain.

Raden Janari merasa ada yang salah dengan semua ini, makanya dia sengaja kabur setelah pura-pura ingin mandi di sungai. Masih hanya memakai secarik kain untuk menutupi tubuhnya, dia nekat mendatangi rumah peramal di kaki bukit. Dia ingin bertanya, kenapa makin hari perasaannya makin tidak enak. Mungkin balasan Tuhan akan datang pada keluarganya?


"Sampurasun?" ucap si Raden sambil mengetuk pintu. Dia tidak begitu mahir bahasa Sunda karena peraturan di rumah lebih mengutamakan penggunaan bahasa Belanda dan Indonesia.

Seorang wanita tua keluar dari dalam rumah. Matanya yang sudah rabun membulat saat melihat sosok cantik di depan pintunya. Pertapa ini memang tidak pernah ke desa, tapi karena ilmunya yang tinggi ia bisa langsung tahu siapa yang datang.

"Sayaㅡ"

"Saya sudah tahu kamu siapa, dan apa maksud kedatangan kamu," kata pertapa itu sebelum Raden Janari memperkenalkan diri.

Si Raden tersenyum. "Saya dengar Nini bisa meramal," ujarnya sopan.

"Betul. Apa yang ingin kamu ketahui?"

"Saya... saya tidak tahu. Rasanya ada yang salah dengan kehidupan saya. Setiap hari saya gelisah, tapi tidak tahu apa yang salah," Raden Janari mengungkapkan maksudnya.

Sang pertapa mengangguk-angguk dengan berwibawa. Ia lalu menatap Raden Janari. "Jiwamu mulai lelah karena sudah reinkarnasi puluhan kali. Dan sekarang terjebak lagi di raga yang harus terlibat takdir jahat."

"M-maksudnya?"

"Keluargamu jahat, kamu tahu kan? Penindas, semena-mena. Kalau kamu terus terlibat dalam permainan kekuasaan ini, maka jiwamu akan reinkarnasi lagi."

Raden Janari mengernyit. "Saya masih tidak mengerti."

"Suatu jiwa tidak akan berhenti reinkarnasi sampai dia bersih dari amal buruk selama hidup di dunia. Tidak akan bisa sampai akhirat kalau amalannya masih buruk," jelas sang pertapa.

"T-tapi saya tidak ikut menindas rakyat!"

"Tapi kamu bagian dari mereka," pertapa itu menyahut dengan tenang.

"Jadi apa yang bisa saya lakukan? Supaya jiwa saya berhenti reinkarnasi?" tanya Raden pada akhirnya.

"Ada satu cara, tapi ini di luar nalar manusia," jawab pertapa.

"Apa? Saya mau melakukan apa saja asal bisa langsung pergi ke akhirat setelah mati," Raden Janari menjawab lantang.

"Pergi ke masa depan, tempat jiwamu sudah bereinkarnasi menjadi manusia lain. Peringatkan dia supaya jadi manusia yang baik, jadi setelah mati tidak perlu reinkarnasi lagi."

"P-pergi ke masa depan? Tapi bagaimana caranya? Saya bukan orang sakti!"

Sang pertapa berjalan ke depan rumahnya, kemudian berdiri menghadap ke hutan. "Kalau kamu sudah siap, masuk ke hutan dan cari pohon beringin besar yang berlubang. Masuklah ke dalam lubangnya sambil memohon pada Yang Maha Kuasa. Nanti kamu akan sampai di masa depan, tempat manusia reinkarnasimu tinggal."

You Who Came from the PastWhere stories live. Discover now