Desperately Sinking Khevandras

104 11 2
                                    


"And this girl came in, slightly toasted. She was wearing a full-on ball gown with one of those plastic gorilla masks."

- Gilmore Girls


Athina

Aku nggak tahu Tristan kabur ke mana. Mau dia cabut untuk mengetuk rumah demi rumah demi mencari keluarga baru yang mau mengadopsinya pun, aku nggak peduli.

Coba saja cari orang tua dan saudara baru yang mau sabar merawat bayi besar kayak dia. Sana, Tan, beli tiket ke Bali! Cari Mama sampai ketemu dan minta dia membesarkan lo yang sebenarnya sudah besar tapi kenyataannya, mental lo berhenti berkembang di usia 6 tahun! Kayak Mama akan peduli sama lo aja, mengotori tangannya untuk mengganti seprei lo yang kena ompol aja dia nggak mau!

Tapi kan, semua kenyataan itu nggak penting buat Tristan Khevandra, kan? Yang terpenting baginya adalah Mama suka mengajaknya ngasih makan bebek waktu ia kecil. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkannya kalau Mama adalah ibu terbaik di dunia. Gitu kan, Tan? Gue sama Papa mah hanya penghalang untuk akhir bahagia lo sama Mama.

"Terus lo mau punya Mama baru, Tin? Yang namanya KITTY?"

Masih untung namanya bukan Doggy! Yah, well, jokes aside, perasaanku campur-aduk. Aku nggak senaif Tristan dan berpikir kalau Papa hanya akan mencintai satu perempuan seumur hidup dan menikah sekali. Papa kehilangan masa mudanya untuk membesarkan kami dan karena sekarang kami sudah besar, memangnya salah kalau sekarang Papa ingin menjalin hubungan baru? Kalau aku berpikir hanya pakai logika, maka 100 persen aku akan mendukungnya. Lagian kehadiran ibu tiri juga bisa meringankan bebanku karena tugas rumah tangga akan berpindah ke dia.

Akhirnya, aku nggak perlu menomorduakan urusanku demi mengurus rumah dan si bayi besar. Aku bisa... apa sih yang biasanya Tristan lakukan? Oh, nongkrong sampai malam sesukaku, datang ke party anak-anak Preston... terus, apa lagi, ya? Duh, bahkan untuk memikirkan hal-hal menyenangkan yang bisa kulakukan saja, otakku buntu.

Perasaanku campur-aduk karena, aku ingin tugasku berkurang, aku juga pingin Papa bahagia, tapi... kalau nanti Papa punya istri baru dan istrinya nanti yang akan mengurusi semua urusan dan kebutuhannya, lalu aku... bagaimana? Tempatku ada di mana? Nggak punya istri pun, perhatian Papa diserap habis sama pekerjaan dan Tristan. Kalau nanti dia punya istri, berarti perhatiannya akan terbagi lagi, jadi untuk pekerjaan, Tristan, dan istrinya. Aku entah jadi nomor berapa di daftar perhatiannya. Apalagi saat tugas rumah tangga yang biasanya kulakukan, nggak menjadi tanggung jawabku lagi.

Terus kalau tugas itu bukan milikku lagi, apakah aku akan jadi tak kasat mata? Jadi nggak berfungsi lagi, karena selama ini hanya itu yang aku tahu? Kalau tugas itu bukan milikkku lagi, terus aku ngapain? Main kayak Tristan?

Aku nggak tahu apakah aku pingin coba main-main kayak dia. Aku nggak tahu apa-apa.

"Lo nggak pernah ngerasain dan nyobain hal baru karena pingin jadi anak kesayangan dia. Kasihan! Lo nggak tahu apa-apa soal diri lo! Kalau gue tanya, apa yang lo mau selama ini, tanpa nyebut kata Papa, memang lo bisa jawab?"

Aku benci Tristan menyerangku dengan berkata kalau terlepas dari segala hal yang berusaha aku kerjakan sebaik mungkin, pada akhirnya aku hanyalah anak yang selalu bersikap baik, demi mengais perhatian ayahnya. Tapi memang Tristan salah? Aku nggak tahu apa-apa tentang diriku dan nggak tahu apa yang ingin aku lakukan. Aku hanya ingin Papa melihat dan memperhatikanku seperti bagaimana ia memperhatikan Tristan.

"Hai, Opa. Opa sama Papa udah sampai di rumah?"

Aku mengeraskan volume speaker sambil memerhatikan jalan raya di depan yang gelap. Gara-gara Tristan tadi tantrum, aku memutuskan untuk nggak langsung pulang ke rumah karena pingin nangis sendirian di mobil. Jadi, habis dari restoran, kami berpisah. Papa mengantar Tante Kitty dan Opa pulang, sementara aku ke Preston untuk mencari organizer-ku yang ketinggalan di Lost & Found. Nggak tahu deh tempat itu masih buka atau nggak.

Farewell, Neverland!Where stories live. Discover now