Welcome to Neverland

448 30 7
                                    

All children, except one, grow up

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

All children, except one, grow up.

- J.M. Barrier, Peter Pan

Tristan

"Saya juga nggak paham kenapa adik saya ngumpulin hukuman kayak ngumpulin medali, Sir." Tina menyenggol lengan gue, mengisyaratkan agar gue menundukkan sedikit kepala untuk menunjukkan atau setidaknya pura-pura menunjukkan kalau gue menyesal telah melepas empat ban mobil Coach Pongki, guru olahraga gue, dan menyembunyikannya di gudang sekolah. Cewek itu memukul tangan gue waktu gue mengangkat tangan untuk mengambil sebungkus permen karet dari dalam kantung blazer dan menguncinya agar gue nggak bergerak seakan gerakan yang gue lakukan akan bikin hukuman gue bertambah. "Nanti saya akan tegur dia untuk nggak mengulangi hal macam ini lagi, Sir. Saya janji hal macam ini adalah yang terakhir."

Mr. Bram membetulkan kacamata berbentuk setengah bulan sabitnya yang bikin wajahnya jadi setua Opa, padahal setahu gue, umurnya belum sampai lima puluh. Headmaster gue itu membalikkan file folder warna hitam berisi laporan pelanggaran-pelanggaran yang sudah gue lakukan semenjak bersekolah di Preston International School. Mungkin sejak gue TK. Karena toh, gue sudah bersekolah di Preston dari TK sampai SMA. Dan entah seberapa keras gue berusaha agar diizinkan kuliah di Bali, bokap sudah merencanakan untuk mendaftarkan gue kuliah di Universitas Preston tahun depan, bareng Tina.

Kerutan di kening Mr. Bram bertambah seiring tangannya membalik laporan-laporan tentang kebandelan gue yang nggak habis-habis, "Menyalakan alarm kebakaran, memadamkan saklar listrik saat ujian, melepas tikus-tikus dan kodok percobaan dari labolatorium, mencuri kunci kolam renang sekolah dan mengadakan pesta di sana, talk back ke guru... and the list still goes on. Kalau melihat dari ini semua, kayaknya teguran aja nggak cukup untuk Mr. Khevandra, ya?" Mr. Bram melepas kacamatanya. Beliau membuka kancing teratas kemejanya yang mencekik kulit lehernya yang sudah ngoyor dan menghela nafas, "Harusnya sebulan lalu, di hari pertama saya menjabat jadi kepala sekolah di sini, saya langsung baca tentang laporan pelanggaran kamu, bukan budgeting sekolah."

Kali ini gue menundukan sedikit kepala, bukan karena menyesal, melainkan untuk menyembunyikan senyum. Selalu ada kepuasan tersendiri bila gue berhasil bikin bingung orang dewasa. "Kalau kata orang sih, we learn something new everyday ya, Sir?"

Tina mencubit paha gue, "Lo bisa diam nggak, sih! Semua yang keluar dari mulut lo bikin umur gue makin pendek, tahu!"

"Saya cuma mau tahu alasan kamu melakukan ini semua." Mr. Bram membaringkan file folder hitam itu di atas meja. "Kenapa kamu melakukan semua pelanggaran ini? Padahal kamu murid pintar. Saya sudah lihat laporan nilai kamu sejak grade 10 dan kamu selalu jadi top 5 student di angkatan. Dengan nilai sebaik itu, kamu pasti bisa dapat spot undangan dari kampus negeri. Kenapa kamu nggak fokus saja belajar dan pertahanin nilai kamu? And don't answer with lame excuses like because you're only young once. You're almost 18th. You are a grown up now or atleast act like one."

Farewell, Neverland!Where stories live. Discover now