Must Be the Devil Between Us

409 63 13
                                    


Andra

"Mau cabut, Mbak?" tanya Alindra melihat gue duduk-duduk di anak tangga depan pintu Samsara.

"Iya, jagain restoran ya, Ndra." Hari ini gue dan Daryll akan menonton konser Kisah Klasik bersama di Live Space, SCBD. Biasanya tiap jalan bareng dia, gue selalu kekeuh agar kami langsung ketemuan di tempat supaya cowok itu nggak perlu menjemput. Membayangkan harus duduk di belakang motornya saja bikin gue kebakaran alis, mending gue jalan sendiri saja deh biar aman. Tapi kali ini Daryll ngotot ingin menjemput, jadi gue iyain saja. Toh, tiket ini juga dia yang beliin. Gue maksa ingin mengganti, tapi cowok itu nggak mau.

"Pergi ke mana? Ke Indomart?" tanya Alindra mengamati penampilan gue; kaus putih polos, bike shorts hitam, slip on Adidas, totebag, dan rambut dicepol. "Kok, gembel banget penampilan kamu, Mbak? Mana polosan amat lagi makeup lo."

"Eh, enak aja! Ini Calvin Klein tahu!" Gue menunjukkan bike short gue. Yah, Alindra nggak sepenuhnya salah, sih. Sebenarnya gue sudah menyiapkan midi dress warna hitam berpotongan simpel yang terbuka di bagian punggung dan memadukannya dengan sepatu warna hitam dengan heels rendah yang santai. Yah, agak repot sih kalau berpenampilan seperti itu untuk nonton konser lompat-lompat. Tapi, sepertinya Daryll akan menyukainya. Apalagi kalau dipasangkan dengan make up look sultry ala Dita Von Teese dan lipstik Russian Red-nya MAC.

Tapi, begitu pikiran Daryll-sepertinya-akan-menyukainya terlintas di kepala gue, gue langsung menanggalkan outfit itu dan menggantinya dengan outfit lebih santai.

Ngapain juga gue niat dress-up buat jalan sama Daryll. Biasa saja, Ndra, biasa! Emang mau ketemu siapa, sih! Daryll kan hanya teman! Lagi pula, cowok itu pasti akan menjemput naik motor, jadi lo akan kerepotan kalau memakai dress. Si Daryll juga paling hanya pakai kaus dan jeans biasa. Walau kalau dia yang pakai, kaus dan jeans biasa langsung terlihat seperti pakaian luxury, sih.

"Eh, ada tamu." Gue berdiri begitu Mazda CX-5 hitam berhenti di depan pintu masuk Samsara, takutnya mobil itu akan men-drop off tamu. Kan, nggak enak kalau tamu melihat ada orang duduk-duduk di tangga masuk—

Astaga.

Gue boleh menyulap diri jadi semut aja nggak, sih?


Yang turun dari Mazda hitam itu adalah Daryll, cowok itu mengenakan kaus putih yang ditumpuk dengan leather jacket hitam dengan potongan slimfit yang nggak berlebihan, sehingga dapat membiarkan pundaknya yang lebar tercetak sempurna. Rambutnya yang biasanya dibiarkan berombak berantakan, kini disisir rapih ke belakang, memperlihatkan rahang kotak yang dapat membelah semangka.

Aksesoris yang ia pakai juga berotasi dari yang biasanya. G-shock hitam kekanak-kanakannya diganti dengan jam tangan stainless steel yang lebih dewasa dan mewah. Saat ia melangkah, celana ripped jeans hitamnya membuat ilusi seakan kakinya yang sudah jenjang, menjadi semakin jenjang. Gue sampai berpikir apa sebenarnya Daryll lebih tinggi daripada Shaien.

Cowok itu melangkah naik ke dua anak tangga pertama, mengizinkan gue men-scan penampilannya lebih dekat. Dan setelah otak gue selesai men-scan-nya, peringatan yang sampai pertama kali adalah; ABORT THE MISSION, ABORT THE MISSION, ABORT THE MISSION! Andra, lo nggak akan sanggup kalau harus berduaan sama Daryll saat cowok itu berpenampilan seperti ksatria baja hitam begini!

He looks devilishly handsome, ridiculously charming, and painfully H-O-T with all the fires hell behind him! Kalau dia mergokin lo tiba-tiba ngiler, gimana?

"Kok, lo rapih amat?"

"Kok, lo gembel amat?" Daryll menggulung lengan jaketnya. Hei, bentar. Gue tahu merek jaket yang cowok itu pakai. Itu Prada, kan? Soalnya, Mas Narendra memiliki jaket yang persis sama, tapi versi yang warna cokelat.

Witching HeartsWhere stories live. Discover now