16. mark ketemu

10K 2.2K 764
                                    


"Heh gitar semangka!"

Holy sheeeet ㅡMark meniru umpatan yang sering dia denger di TV. Tapi cuma dalam hati.

Baru aja mau pasang tampang melas ke ibu-ibu yang wanginya mirip Mama Moon biar dikasih uang buat makan, ada yang manggil. Suaranya dari dekat belokan gang. Kayaknya sih tukang palak yang tadi.

"Gitar semangka!" orang itu teriak lagi, sekarang makin dekat.

Terpaksa Mark nengok sambil ketakutan. Udah membayangkan muka anak SMA tukang palak. Tapi ternyata yang manggil anak cewek seumurannya ㅡlebih tinggi sih sedikit. Seragam sekolah warna maroon, sepatu pantofel dan kaos kaki hitam, bawa ransel hitam di punggung, dan nenteng ransel merah Mark di tangan kanannya. Di dagunya ada luka gores, kayak habis berantem.

Tapi cantik sih. Hampir kayak Irene lah. Versi bonsai.

"Gitar semangka!" panggilnya sekali lagi.

"A-aku?" Mark nunjuk dirinya sendiri.

Anak itu rolling eyes. "Iya lah. Siapa lagi yang bawa-bawa gitar semangka norak gitu??"

"Enak aja, nggak norak ya! Semangka itu lambang kasih sayang dan perdamaian!" Mark nggak terima.

"Sejak kapan?" decih anak itu, ia mendongak kemudian menatap galak ibu-ibu di sebelah Mark. "Kamu habis dipalak terus sekarang ngomong sama orang asing??"

Anehnya, ibu itu cuma senyum tipis terus melangkahkan kaki bersepatu yang bunyi haknya bergema lumayan keras. Mark langsung merasa nggak enak, padahal yang galak anak cewek yang baru datang ini.

"Eh- itu kan-" gagap Mark. "Yah- tuh kan, gara-gara kamu ibu yang tadi jadi pergi."

Si bocah entah siapa ini malah senyum tengil. "Bagus. Banyak aura negatif di sekitar dia, tau."

"Kamu tau dari mana??"

"Pokoknya jangan ngomong sama orang asing, aku udah berpengalaman."

"Terus kamu apa dong kalo bukan orang asing juga?? Tutup odol???"

"Ish cerewet," gerutu anak itu. "Oke, ini rahasia. Jangan bilang siapa-siapa, aku penyihir, bukan orang."

Mark bengong. Daripada kelepasan ketawa, dia buru-buru mingkem. Anak ini kenapa sih? Kasian, masih kecil udah stress.

"Oh ya? Jadi kamu sekolah di mana?" tanya Mark, pura-pura terbohongi.

"Hogwarts," bisik anak itu. "Jangan bilang siapa-siapa."

"Pfft- oke," hampir aja Mark kelepasan ketawa. "Kelas berapa?"

"Kelas lima ㅡAPA SIH JADI BANYAK TANYA??"

"Hehehe jangan ngamuk dong, kan cuma tanya," Mark cengengesan sok akrab. "Aku kelas enam, di SDㅡ"

"Nggak nanya. Nih ranselmu," potong anak itu sambil melempar ransel Mark ke pemiliknya.  "Dipalak kok diem aja sih? Makanannya udah mereka habisin, tapi selain itu kayaknya masih utuh semua."

Buru-buru Mark buka ranselnya. Dia cek semua perbekalan, yang bersisa tinggal baju. Makanan, uang, petasan banting, nggak ada.

"Kenapa? Ada yang ilang?" tanya anak aneh itu.

"Banyak," keluh Mark. "Tapi kenapa ransel ini bisa di kamu?"

"Aku nggak suka orang lemah, tapi lebih nggak suka tukang palak," jawab si anak cewek.

Orang lemah? Mau protes tapi nyatanya emang Mark merasa lemah. Tapi nggak juga sih, satu anak SD lawan tiga anak SMA. Wajar kan Mark takut?

"Dagu kamu kenapa luka?" tunjuk Mark.

The Moons (Psycho But It's Okay | AU)Where stories live. Discover now